Hari itu, sekitar jam 12 siang, aku baru saja
tiba di vilaku di puncak. Pak slamet, penjaga vilaku membukakan pintu garasi
agar aku bisa memarkirkan mobilku. Pheew.. akhirnya aku bisa melepaskan
kepenatan setelah seminggu lebih menempuh UAS. Aku ingin mengambil saat tenang
sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat
yang jauh dari hiruk pikuk ibukota.
Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka
kusuruh Pak Slamet pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar subang Pak
Slamet sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7
tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah
kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus
dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku dari dulu sebenarnya berniat
mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur,
maka kuurungkan niatku.
“Punten Neng, kalau misalnya ada perlu, Bapak
pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja” pamitnya.
Setelah
Pak Slamet meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke
atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari
buku-buku kuliah itu. Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan
diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih
terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang
di belakang airnya bersih sekali, Pak Slamet memang telaten merawat vila Segera kuambil perlengkapan renangku dan
menuju ke kolam.Sesampainya disana kurasakan suasanya enak sekali, begitu
tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin.
Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi
begini, bagimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada
siapa-siapa lagi disini selain aku lagipula aku senang orang mengagumi
keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu
semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai
benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang
terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam.
Aahh..
enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan.
Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu
(karena aku tidak bisa, hehe..) 20 menit lamanya aku berada di kolam, akupun
merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku
lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng
coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi
santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar
kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil oilku dan
kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan.
Saking enaknya cuaca di sini membuatku
mengantuk, hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu
aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah
kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku
seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan. Ditengah tidurku aku
merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu
merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba
mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata
bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan
begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap
mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit.
Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia
adalah Warjo, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek
sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu
tepat di depan wajahku.
“Sstt.. mendingan Neng nurut aja, di sini udah
ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam!” ancamnya Aku mengangguk saja
walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada
mulutku.
“Hehehe.. udah lama saya pengen ngerasain
ngentot sama Neng!” katanya sambil matanya menatapi dadaku.
“Ngentot ya ngentot, tapi yang sopan dong
mintanya, gak usah kaya maling gitu!” kataku sewot.
Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia
sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan
daridulu kalau ada wanita berenang di subang Mengetahui Pak Slamet sedang tidak
di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke dalam villa
Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat,
namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
“Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka
baju juga, dari tadi pegang-pegang doang beraninya!” tantangku.
“Hehe, iya Neng abis tetek Neng ini loh,
montok banget sampe lupa deh” jawabnya seraya melepas baju lusuhnya.
Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak
kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya
si Budi, tukang air yang pernah main denganku Dia duduk di pinggir kursi santai
dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih
penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin
mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan
menggosok-gosok bibirnya.
“Eenghh.. terus Tar.. oohh!” desahku sambil
meremasi rambut Warjo yang sedang mengisap payudaraku. Kepalanya lalu
pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin
tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya
yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit
jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga
akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat. Dengan
merem melek aku menjambak rambut si Warjo yang sedang menyeruput vaginaku.
Perasaan itu berlangsung terus sampai
kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah warjo melepaskan kepalanya dari
situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku. Belum beres aku mengatur
nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma
cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak
kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya
agak bau, entah bau rokok atau jengkol.
Setelah beberapa menit baru aku bisa
beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan
mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang
halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.
“Gua ga tahan lagi jo, sini gua emut yang
punya lu” kataku. Si Warjo langsung bangkit dan berdiri di sampingku
menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam
benda itu, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut. Mulutku
terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma
masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip
helm itu, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh
pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi
kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
“Eemmpp.. emmphh.. nngg..!” aku mendesah
tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya.
Kepala penis itu berkali-kali menyentuh
dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku
berusaha menelan cairan itu, tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di
sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya, sehingga
semburan berikut mendarat disekujur wajahku, kacamata hitamku juga basah
kecipratan maninya. Kulepaskan kacamata hitam itu, lalu kuseka wajahku dengan
tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat
itu mendadak pintu terbuka dan Pak Slamet muncul dari sana, dia melongo melihat
kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya,
aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku.
“Eehh.. maaf Neng, Bapak cuma mau ngambil uang
Bapak di kamar, ga tau kalo Neng lagi gituan” katanya terbata-bata. Karena
sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya.
“Ah.. ga apa-apa Pak, mending Bapak ikutan aja
yuk!” godaku.
Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku,
meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus
batangnya dari luar membuatnya terangsang. Akhirnya dia mulai berani memegang
payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan
meraba-raba dadanya.
“Neng, tetek Neng gede juga yah.. enak yah
diginiin sama Bapak?” Sambil tangannya terus meremasi payudaraku.
Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan
membuka celana panjangnya, setelah itu saya turunkan juga celana kolornya.
Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung, jari-jariku pun mulai
menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras.
Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa
basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulut, kujilati dan
kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan.
“Wah, Pak Slamet sama majikan sendiri aja
malu-malu!” seru si Warjo yang memperhatikan Pak Slamet agak grogi menikmati
oral seks-ku.
Warjo lalu mendekati kami dan meraih tanganku
untuk mengocok kemaluannya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua
penis yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat
kemudian Warjo pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan
kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam
vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci
demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang, sambil
menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada
payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan
gemas, kocokanku pada penis Pak Slamet makin bersemangat. Rupanya aku telah
membuat Pak Slamet ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku
dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh.
Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai
kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya
bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah
satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuhku. Perasaan ini
sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Warjo menyentuh bagian terdalam dari
rahimku dan ketika penis Pak Slamet menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka
terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku. Aku serasa terbang
melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku
membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Slamet. Bersamaan dengan
itu pula genjotan si Warjo terasa makin bertenaga. Kami pun mencapai orgasme
bersamaan, aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku, dari
selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.
Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang,
tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan
kegiatannya.
“Neng, boleh ga Bapak masukin anu Bapak ke
itunya Neng?” tanya Pak Slamet lembut.
Saya cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, “Tapi Neng istirahat aja dulu, kayanya Neng
masih cape sih”.
Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal
untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Warjo
duduk di sebelah kiriku dan Pak Slamet di kananku. Kami mengobrol sambil
memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau
mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain
hinggap di bagian lainnya, lama-lama ya aku biarkan saja, lagipula aku
menikmatinya kok.
“Neng, Bapak masukin sekarang aja yah, udah ga
tahan daritadi belum rasain itunya Neng” kata Pak Slamet mengambil posisi
berlutut di depanku.
Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan
kepala merestuinya, dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke
vaginaku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir
kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Warjo yang
sedang menjilati leher di bawah telingaku.
“Aahh.. Pak cepet masukin dong, udah kebelet
nih!” desahku tak tertahankan.
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk
penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu
mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.
“Wah.. seret banget memeknya Neng, kalo tau
gini udah dari dulu Bapak entotin” ceracaunya.
“Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih
piktor, gua kira lu alim” kataku dalam hati.
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi
itu, dia melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke
penisnya. Dengan refleks akupun menggenggam penis itu sambil menurunkan tubuhku
hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang
padat berisi itu, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan
kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak
tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua payudaraku yang
terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Pak Slamet
memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun,
anak majikannya sendiri, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya
berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak
dirasakannya.
Goyangan kami terhenti sejenak ketika Warjo
tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan
payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Slamet. Warjo membuka pantatku dan
mengarahkan penisnya ke sana
“Aduuh.. pelan-pelan Jo, sakit tau.. aww!”
rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena
dijejali dua batang penis besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi
kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku.
Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Warjo menyodok pantatku dengan kasar,
kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Warjo malah makin buas
menggenjotku. Pak Slamet melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam
mulutku agar aku tidak terlalu ribut. Hal itu berlangsung sekitar 20 menit
lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan
hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Slamet erat-erat sampai kukuku mencakar
punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas
kembali dalam dekapan Pak Slamet. Namun mereka masih saja memompaku tanpa
peduli padaku yang sudah lemas.
Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar
makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai
membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, putingku disedot
kuat-kuat oleh Pak Slamet, dan Warjo menjambak rambutku. Aku lalu merasakan
cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku, di air nampak sedikit
cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas
diantara tubuhku dengan penis masih tertancap. Setelah sisa-sisa kenikmatan
tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang
basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh.. ternyata mereka mengikutiku
dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka
senang. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan
menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku
paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir.
“Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih,
mandinya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran akulah yang memandikan
mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun kembali digarap di kamar
mandi. Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap
dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku. Sejak itu kalau ada sex party di
vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini
bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku, mereka pun senang karena
bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik.
Jadi ada variasi dalam kehidupan seks kami, tidak selalu main sama teman-teman
cowok di kampus.
No comments:
Post a Comment